Saturday, April 25, 2009

Kesenian Tradisional Banyumasan


Seni dan Budaya khas Banyumasan tumbuh dan berkembang seusia dengan peradaban Jawa Kuna.
Budaya Banyumasan juga diperkaya dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda (Pasundan/Priangan). Dari budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, angguk, wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing Banyumasan, begalan dan lain-lain. Sedangkan di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Jawa Barat lebih memiliki gaya budaya Pasundan seperti kesenian sisingaan, gendang rampak, rengkong, calung dan lain-lain.
Ebeg
Ebeg' adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog (Jawa Timur). Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang atau lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari dengan durasi antara 1 – 4 jam.

Peralatan untuk Gendhing pengiring yang dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda (dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung,( crebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran, saat trans (kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan kekuatannya Satria, demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.
Laisan
Laisan adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung terus dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan itulah Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara, kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial, salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan juga dikenal di wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.
Lengger-Calung
Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang diwilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger (penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan lincah mengikuti irama calung. Diantara gerakan khas tarian lengger antara lain gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur.


Tari Lengger
Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.
Angguk
Tarian jenis ini sudah ada sejak abad ke 17 dibawa para mubalig penyebar agama Islam yang datang dari wilayah Mataram-Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam. Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan. Angguk dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan panjang dengan garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung sebagai hiasan. Celana panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah pula, mengenakan kaos kaki panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai topi pet berwarna hitam. Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur, kencreng, 2 rebana, terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu tari angguk diambil dari kitab Barzanji sehingga syair-syair angguk pada awalnya memang menggunakan bahasa Arab tetapi akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai dimodifikasi dengan menyisipkan gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa merobah corak aslinya. Bentuk lain dari kesenian angguk adalah “aplang”, bedanya bila angguk dimainkan oleh remaja pria maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh remaja putri.
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Sebagaimana masyarakat Jawa pada umunya, masyarakat Banyumasan juga gemar menonton pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit di wilayah Banyumas lebih cenderung mengikuti pedalangan “gagrag” atau gaya pedalangan khas Banyumasan. Seni pedalangan gagrag Banyumasan sebenarnya mirip gaya Yogya-Solo bercampur Kedu baik dalam hal cerita, suluk maupun sabetannya, bahasa yang dipergunakanpun tetap mengikuti bahasa pedalangan layaknya, hanya bahasa para punakawan diucapkan dengan bahasa Banyumasan. Nama-nama tokoh wayang umumnya sama, hanya beberapa nama tokoh yang berbeda seperti Bagong (Solo) menjadi Bawor atau Carub. Menurut model Yogya-Solo, Bagong merupakan putra bungsu Ki Semar, dalam versi Banyumas menjadi anak tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat Banyumas.
Ciri utama dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan realitas dinamika kehidupan yang ada di masyarakat. Tokoh pedalangan untuk Wayang Kulit Gagrag Banyumasan yang terkenal saat ini antara lain Ki Sugito Purbacarito, Ki Sugino Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.


Gending Banyumasan
Gending khas lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai berbagai kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat dikatakan menjadi ciri khasnya, apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya yang mampu menampilkan irama Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas lainnya antara lain mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran jenaka, iramanya yang lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih mendekati irama Sunda. Isi-isi syairnya umumnya mengandung nasihat, humor, menggambarkan keadaan daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan mengenal juga laras slendro dan pelog.
Begalan
Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi bertindak sebagai pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, ian, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa bahasa lambang yang diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang dibawa, contohnya ilir yaitu kipas anyaman bambu diartikan sebagai peringatan bagi suami-isteri untuk membedakan baik buruk. Centhing, tempat nasi artinya bahwa hidup itu memerlukan wadah yang memiliki tatanan tertentu jadi tidak boleh berbuat semau-maunya sendiri. Kukusan adalah alat memasak atau menanak nasi, ini melambangkan bahwa setelah berumah tangga cara berpikirnya harus masak/matang. Selain menikmati kebolehan atraksi tari begalan dan irama gending, penonton juga disuguhi dialog-dialog menarik yang penuh humor. Biasanya usai pertunjukan, barang-barang yang dipikul diperebutkan para penonton. Sayangnya pertunjukan begalan ini tidak boleh dipentaskan terlalu lama karena masih termasuk dalam rangkaian panjang upacara pengantin.
Rengkong
Rengkong adalah kesenian yang menyajikan bunyi-bunyian khas bagai suara kodok mengorek secara serempak yang dihasilkan dari permainan pikulan bambu. Pikulan bambu tersebut berukuran besar dan kuat tetapi ringan karena dibuat dari bambu yang sudah cukup tua, biasanya menggunakan bambu tali dengan panjang sekitar 2,6 meter. Pada kedua ujung bambu dibuat lobang persegi panjang selebar 1 cm, sekeliling bambu melintasi lobang tersebut diraut sekedar tempat bertengger tali penggantung ikatan padi. Dua ikat padi seberat ± 15 kg digayutkan dengan tali ijuk mengalungi sonari (badan rengkong bambu di tempat yang diraut). Di tengah masing-masing ikatan padi ada sunduk (tusuk) bambu sepanjang hampir 2 meter. Ujung atas sunduk bambu dimasukkan ke badan bambu rengkong dekat gantungan tali ijuk. Cara memainkannya, pikulan bambu rengkong yang berisi muatan padi diletakkan pada bahu kanan (dipikul). Pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan mantap dan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan suara berderit-derit nyaring. Kalau ada beberapa rengkong yang dimainkan serempak maka akan timbul suara yang mengasyikan, khas alam petani, terlebih bila dimainkan dengan berbaris berarak-arakan maka suasananya akan lebih semarak. Kesenian tradisional para petani ini biasanya diadakan pada pesta perayaan panen atau pada hari-hari besar nasional.
Bongkel
Bongkel adalah musik tradisional Banyumasan yang mirip dengan angklung, hanya terdiri dari satu jenis instrumen dengan empat bilah berlaras slendro. Nada-nadanya 2 (ro), 3 (lu), 5 (mo), 6 (nem).
Buncis
Buncis adalah perpaduan antara seni musik dengan seni tari yang dimainkan oleh 8 orang pemain. Dalam pertunjukannya diiringi dengan perangkat musik angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik serta vokalis.
Aksimuda
Aksimuda adalah kesenian bernafas Islam yang disajikan dalam bentuk atraksi pencak silat yang digabung dengan tari-tarian.
Salwatan Jawa
Salawatan Jawa adalah salah satu seni musik bernafaskan Islam dengan perangkat musik berupa trebang jawa. Dalam pertunjukannya kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanzi.
Cowongan/ Nini Cowong
Cowongan adalah upacara “meminta hujan”. Upacara ini dilakukan bila hujan tidak turun dalam waktu yang sudah cukup lama. Wujud Nini Cowong seperti jaelangkung.
Ujungan
Ujungan adalah jenis kesenian yang agak mengerikan karena pemainnya saling sabet-sabetan dengan menggunakan penjalin.
sumber : www.wikimedia.org
Readmore...

Sejarah Banyumas


Babad Banyumas ora bisa dipisah karo sejarah Kerajaan Galuh Purba (dibangun adoh sedurung abad 5 Masehi). Kerajaan kiye dibangun nang sekitar Gunung Slamet ning bar kuwe pusat kerajaane pindah maring Garut - Kawali (abad 6-7 Masehi) mbentuk utawa ngelanjutaken pemerentahan nang Kerajaan Galuh Kawali. Kerajaan Galuh Purba kuwe dibangun pendatang-pendatang sekang Kutai, Kalimantan ning sedurung agama Hindu melebu nang Kutai. Keturunan-keturunan Kerajaan Galuh Purba kiye nerusna pemerentahan Kerajaan nang Garut - Kawali (Ciamis) sing wis duwe budaya Sunda, terus sebagian campur darah karo keturunan Kerajaan Kalingga (Jawa Tengah). Campur darah (perkawinan) kuwe juga berlanjut dong masa Kerajaan Galuh Kawali dadi Kerajaan Galuh Pajajaran sebab akeh perkawinan antara kerabat Keraton Galuh Pajajaran karo kerabat Keraton Majapahit (Jawa), lha keturunan campurane kuwe sing mbentuk Banyumas.
Babad Banyumas juga ora bisa dipisah karo sejarah Kerajaan Galuh Kawali sing wilayah kekuasaane ngeliputi lewih separo wilayah Jawa Tengah siki (kemungkinan tekan Kedu lan Purwodadi), dadi termasuk juga wilayah Banyumasan.
Babad Banyumas juga ora bisa dipisah sekang pribadi Raden Joko Kahiman (putra Raden Banyak Cotro, putu Raden Baribin), sing duwe sifat utawa watek-watek satria.

Babad Banyumas juga ora bisa dipisah karo babad Kadipaten-Kadipaten lan Kerajaan-Kerajaan nang wilayah Banyumas lan sekitare antarane Kadipaten Pasir Luhur, Kadipaten Wirasaba, Kadipaten Bonjok lan liya-liyane.
Babad Banyumas juga ora bisa dipisah karo babad Kerajaan-Kerajaan utama nang Jawa Tengah lan Jawa Barat antarane Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Mataram, Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang lyy.
Babad Banyumas juga ora bisa dipisah karo legenda-legenda lan mitos-mitos Banyumasan antarane: Raden Kamandaka, Wijayakusuma, Ciung Wanara, Goa Jatijajar lan liya-liyane.
Makna Kata Banyumas
Kosakata Banyumas kuwe duwe makna sing luas lan dalam. Kata pertamane ialah: Banyu, ialah bandha sing duwe keunggulan antarane:
Banyu mili: mengalir anteng, ajeg, ora mandeg sedurung entong, ora tau nerjang bandha-bandha sing ngalangi artine angger ana watu utawa wit sing ngalangi malah nyingkir. Kuwe maknane bisa urip rukun lan gelem ngalah sing penting prinsipe tetep maring tujuan. Banyumili juga gesit lan tangkas, kabeh mesthi bisa diliwati ngantek tekan tujuane. Tujuane ialah enggon sing paling dasar, paling prinsip utawa sumber banyu, sumber urip ialah segara. Makna Banyumili: Angger pengin dadi pemimpin kudu kaya banyu, ketone ora duwe daya, ningen manfaate kanggo dasar urip, duwe kekuatan sing luar biasa, teguh maring prinsip, manfaat kanggo lingkungan lan sesama sing urip, ming rakyat lan ming sapa baen sing butuh.
Segara: ketone lebih amba kekuasaane tinimbang kali, kuwe merga banyune lewih akeh. Ning anehe, segara kuwe mesthi anane nang ngisor kali, kali mesthi lewih duwur posisine. Makna Segara: Legitimasi kekuasaan kuwe awale sekang sikap sing andhap asor lan siap ngelayani rakyat cilik. Kabeh mengko mesthi ana imbalane yakuwe imbalane mengko kekuatane dadi siji ngumpul nang segara.
Cermin: sifat banyu juga kanggo ngaca. Mulane angger pengin dadi pemimpin sing apik kudu bisa dadi teladan, duwe tindak lan tingkah sing apik, mengutamaaken laku utama, ben bisa dadi conto rakyate juga wani introspeksi kanggo ndadani kesalahan dhewek.
Ngalir mengisor: kiye sing paling utama, nek mengungsa kudu bisa ngaweh kesenengan, kegembiraan ming sesama menungsa juga ming sesama sing urip juga lingkungan, kiye maknane ngelayani sing lewih akeh, rakyat lan alam. Kabeh manfaate dudu kanggo sing nang duwur bangsane pejabat kuwe ningen manfaate kanggo sing nangisor, rakyat jelata.
Kata ping pindone ialah: Mas utawa emas.
sumber : http://map-bms.wikipedia.org
Readmore...

Thursday, October 30, 2008

TEMBUNG LAN JENISE

Tembung dumadi saka wanda. Wanda dumadi saka aksara. Tembung kena kanggo ndapuk ukara.
Gatekno katrangan ing ngisor iki !

AKSARA ---------- WANDA ---------- TEMBUNG ------------- UKARA
(HURUF) (SUKU KATA) (KATA) (KALIMAT)

Miturut golonganing, Tembung kaperang dadi 10 warna, yaiku :
1. Tembung Aran (Kata Benda)
Yaiku tembung kang nudhuhake marang wujude barang utawa araning barang.
Contone : montor, mobil, sepatu, bangku, klambi, ember, buku, sepur, montor mabur, lan sapiturute.

2. Tembung Kriya (Kata Kerja)
Yaiku tembung kang nudhuhake marang tindakan utawa salah sawijine kegiatan.
Contone : maca, mangan, mlaku, nonton, nyapu, nulis, nggambar, lan sapiturute.
a. Andi lagi maca majalah.
b. Bapak lagi nonton tv.


3. Tembung Ganti (Kata Ganti)
Yaiku tembung kang fungsine kanggo ngganteni benda utawane manungsa.
Contone : kowe, aku, adik, bapak, dheweke, lan sapiturute.

4. Tembung Wilangan (Kata Bilangan)
Yaiku tembung kang nudhuhake marang angka utawane wilangan.
Contone : siji, loro, papat sepuluh, enem, satus, lan sapiturute.

5. Tembung Sipat/Kahanan (Kata Sifat)
Yaiku tembung kang nudhuhake marang sipate manungsa, kewan, barang utawa kahanan kang ana.
Contone : gagah, gemagus, putih, peteng, padhang, sregep, kuru, sugih, lan sapiturute.
a. Andi bocah sing sregep.
b. Kulite pancen putih tenan.

6. Tembung Katrangan (Kata Keterangan)
Yaiku tembung kang nudhuhake panggonan.
Contone : kana, kene, ndhuwur, ngarep, mburi, ngisor, wetan, kidul, lan sapiturute.
a. Bukumu ana ing ndhuwur meja tulis.
b. Umahe Ahmad nang wetan kali.


7. Tembung Seru/Pangguwuh (Kata Seru)
Yaiku tembung kang fungsine kanggo nguwatake lan ditandani nganggo tanda penthung (!).
Contone : adhuh !, ah!, tulung!, wah!, lan sapiturute.

8. Tembung Sandhangan (Kata Sandhang)
Yaiku tembung kang nudhuhake marang drajat sing disandhang.
Contone : Kyai, Raden, Rara, lan sapiturute.
a. Raden Patah
b. Pangeran Diponegoro

9. Tembung Penyambung (Kata Sambung)
Yaiku tembung kang fungsine kanggo nyambung tembung liyane.
Contone : sarta, lan, wusana, lan sapiturute.
a. Wusana cekap samanten.
b. Andi lagi maca lan nulis

10. Tembung Pengarep (Kata Depan)
Yaiku tembung kang panggonane nang ngarepe sawijine tembung liyane.
Contone : saka, ing, menyang, sing, lan sapiturute.
a. Bapak tindak menyang sawah.
b. Ing wayah esuk.


Readmore...

Friday, October 24, 2008

Laku : Sembahyang dan Olah Rasa

Laku, sembahyang dan olah rasa merupakan kegiatan peribadatan kebatinan yang penting dalam perjalanan hidup dan merupakan cara untuk mencapai puncak peningkatan kekuatan spiritualitas Kejawen, yaitu menuju manunggaling kawulo gusti. Yang ditempuh dalam laku ini adalah kesatuan jiwa dan raga manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jiwa manusia merupakan rasa yang dapat merasakan kedekatan dan bahkan menyatu dengan Gusti Yang Maha Kuasa.
Rasa adalah tolok ukur pragmatis dari segala mistik orang Jawa atau Kejawen. Rasa yang membawa keadaan dirinya menjadi puas, tenang, tentram batin (tentrem ing manah), dan ketiadaan ketegangan. Karena merupkan respon kejiwaan yang diterima oleh indera atau bagian tubuh dari suatu objek tertentu, rasa dapat juga dipandang sebagai unsur psikologis manusia pada ranah efektif yang digunakan untuk menangkap kebenaran-kebenaran batiniyah.


Kebenaran-kebenaran yang diperoleh melalui laku dan rasa harus didasarkan pada ngelmu untuk menuju kesempurnaan yang hakiki. Pemikiran mistis jawa yang dikenal dengan nama ngelmu kesempurnaan (ilmu kesempurnaan), adalah jalan menuju kesatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Ngelmu dalam terminologi kejawen menggunakan kata pengawikan jawi, hakekatmya, bukan sekedar pengetahuan, melainkan mengandung kebijaksanaan. Olah pikir dan asah budi para pemikir Jawa senantiasa memakai slogan yang didambakannya yaitu memayu hayuning saliro, memayu hayuning bangsa, memayu hayuning bawana (memelihara kesejahteran diri, memelihara kesejahteraan bangsa, memelihara kesejahteraan dunia). Konsep ngelmu tersebut adalah sangat jelas dipengaruhi oleh konsep-konsep Islam, yaitu mulai dari persoalan kosmologi sampai dengan adab suami isteri, sebagaimana dalam buku-buku Kejawen Betaljemur atau Adam Ma’na yyang dipengaruhi oleh kitab Mujarobat.
Disamping kegiatan laku dan olah rasa, sembahyang juga sangat penting dalam pandangan Kejawen, meskipun kata sembahyang dalam terminologi Jawa kuno tidak ada; yang ada adalah kata sembah dan hyang. Sembah berarti menghormati, tunduk; sedangkan hyang berarti dewa atau dewata. Dengan demikian., kesatuan istilah tersebut menjadi sembahyang yang berarti penyembahan kepada dewa atau Tuhan menurut aliran kepercayan Pangestu, konsep sembahyang atau ritual ada 2 cara, yaitu ritual kelompok (bawa raos) dan ritual perorangan (panembah dan pangesti).
Tata cara ritual bawa raos meliputi : pangesti pembuka (mohon tuntunan), bawa raos (ceramah), pengungkapan pengalaman-pengalaman dalam penyiswan, pangesti penutup (mohon kesejahteraan) lagu Dandang Gula (eling-eling). Ritual perorangan panembah adalah semacam sembahyang wajib seperti shalat dalam agama Islam. Pelaksanaan waktunya sesuai dengan jenjang kesiswaannya, sedangkan pangestia adalah do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dilaksanakan kapan saja.
Kegiatan laku dan sembahyang dalam pandangan kebatinan atau Kejawen merupakan cara atau jalan untuk memperdalam olah rasa dalam pencapaian kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Gusti Allah, atau dengan kata lain menuju kesatuan manunggaling kawula gusti.

Readmore...

Thursday, July 31, 2008

Aksara Jawa Keys







Readmore...